Kereta terus meluncur menuju kerumah Marina. Hati Djohan risau memikirkan keadaan Marina yg tinggal di rumah hanya ditemani pelayan. Sudah tentu Marina kesepian sekali tanpa ditemani Djohan. Tidur seorang diri. Apakah Marina sudah tidur? Djohan melihat jam tangan. Malam sudah larut. Jarum jam menunjukkan pukul satu pagi. Jalanan lenggang dan sepi. Hawa dingin mengambang bercampur embun malam.
Rumah itu sepi. Seluruh lampu di dalam rumah telah padam.kereta Djohan berhenti di depan pagar halaman. Lalu Djohan turun dari kereta dan menekan bell di tembok pintu. Seorang pelayan berlari lari menuju ke pintu pagar halaman sambil membawa kunci.
"Marina sudah tidur, makcik?" tanya Djohan.
"Belum tuan. Puan sejak tadi menunggu," sahut makcik Giyem sambil membukakan pintu.
Hati Djohan perih mendengar keterangan makcik Giyem. Dia kembali ke kereta untuk membawa masuk kereta itu ke dalam garaj. Begitu Djohan turun dari kereta dan hendak masuk kedalam rumah, di ambang pintu Marina sudah berdiri menyambutnya.
"Baru pulang, bang?" tegur Marina penuh perhatian.
Djohan memeluk Marina penuh kasih sayang. Dia merasa terharu melihat kesetiaan istrinya. Hampir saja Djohan tak kuasa membendung air mata.
"Jangan terlalu memaksakan diri bang, nanti abang jatuh sakit," Marina menasehati Djohan.
Lelaki itu tak bisa mengucapkan sepatah kata. Dia hanya bisa memeluk pundak istrinya membimbing ke bilik. Membaringkan tubuh istrinya di atas tempat tidur rasa terharu. Mencium bibir istrinya dengan kasih sayang.
"Marina, aku sangat mencintaimu," kata Djohan sendu.
"Bang...aku bahagia merasakan besarnya cinta dan kasih sayangmu."
"Aku takut kebahagiaan yg kita rasakan sekarang akan hancur."
"Sifatmu sekarang banyak berubah, bang. Abang seperti takut dibayangi hal yg tak jelas bagiku. Apa sebenarnya yg abang simpan di hati?"
"Cintaku padamu begitu besar dan dalam. Mungkin hal itu yg menyebabkan aku takut mengalami kehancuran. Takut berpisah denganmu," kata Djohan penuh perasaan
"Selama kita tetap berlaku setia. Tak mungkin kebahagiaan kita akan hancur. Apakah kedua orang tua abang telah tahu pernikahan kita?"
Djohan menggeleng.
"Abang takut mereka akan memisahkan kita?"
Djohan mengangguk risau.
"Aku rasa kalau Abang Djohan benar benar mencintaiku, tak mungkin kita bisa terpisahkan."
"Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Mereka tak dapat memisahkan kita. Siapapun tak akan bisa memisahkan kita!" kata Djohan setengah memekik. Lalu memeluk tubuh Marina erat erat. Mencium bibir Marina bertubi tubi. Sepertinya mereka berdua tak nak terpisahkan. Sekalipun bumi ini bergoncang. Dunia lebur jadi debu.
*****
Djohan terbangun ketika sinar matahari telah menerobos masuk melalui jendela bilik. Cepat cepat Djohan melompat turun dari tempat tidur.
Astaga, sudah jam sebelas siang! Kenapa Marina tak membangunkan aku? Ah, bisa kantoi. Rita pasti sudah menunggu di kantor. Djohan memegangi kepalanya. Rasa berdenyut denyut menyerang kedua pelipisnya. Kerna tak cukup tidur dan terlalu banyak yg dipikirkan.
Dia mesti cepat cepat kekantor. Kalau keadaan seperti ini terus berlarut larut bisa menimbulkan kucurigaan Rita. Bergegas Djohan pergi mandi dan mengenakan pakaian. Menyambar beg dan mengambil kunci kereta, lalu berlari lari menuruni anak tangga. Di ruang tengah, Djohan berpapasan dengan istrinya.
"Tak sarapan dulu bang?" tegur Marina
"Sudah kesiangan, Marina. Aku harus cepat sampai di kantor." kata Djohan tergesa gesa.
Diciumnya kening Marina sekejap. Djohan buru buru melangkah ke garaj. Menghidupkan mesin kereta dan memanasi sebentar, lalu meluncurkan. Hati Djohan risau dan gelisah di perjalanan menuju ke kantor.
Benar saja ketika Djohan sampai di kantor. Seorang gadis sudah duduk menunggunya di ruang kerja. Gadis itu adalah Rita. Djohan agak gugup menghadapi gadis itu.
"Semalam aku terjaga dari tidur dan mencarimu ternyata kau tak ada lagi. Kau pergi ke mana?" tanya Rita sambil menatap Djohan tajam.
Djohan kebingungan. Jadi salah tingkah.
"Aku...aku," sahut Djohan gugup.
"Pulang kerumahmu?"
"A.a... a... a" Djohan kebingungan memberi jawaban.
"Aku telah menelphone rumahmu semalam, kau tak pulang. Katakan terus terang semalam kau tidur di mana?" desak Rita.
"Di...rumah teman," sahun Djohan risau.
"Teman wanita yg bernama Marina?"
Denyut jantung Djohan bagai terhenti mendengar ucapan Rita. Dari mana Rita tahu hubungannya dengan Marina? Djohan berpikir dengan hati gelisah dan risau.
"Dari siapa kau tahu?"
Rita hanya tersenyum sinis. Sementara Djohan berharap semoga Rita tak mengetahui keadaan sekarang. Keadaan bahwa Djohan telah memperistri Marina.
"Tak perlu kujelaskan dari siapa aku tahu. Tapi aku merasa kecewa kerna semalam kau pergi tanpa memberi tahu. Jangan kecewakan papa dan mama yg telah menjadikan dirimu seorang terhormat, bang Djohan."
kata kata Rita bagai tamparan pedas di muka Djohan. Seketika itu Djohan menundukkan muka dan merasakan kepedihan hati.
"Itu yg ingin kusampaikan padamu," kata Rita sembari berdiri.
Aku bukan permata penghias mahkota,aku hanya serpihan kaca yang terbuang,aku bukan pujangga yang kau puja,aku hanya penulis murahan,yang terbiar di tepi jalan,karyaku hanya inspirasi picisan,jangankan hendak menulis 10 judul dalam 1 jam,satU bAitpun aku haBiskan berbulan bulan,aku tidak memiliki kepandaian menulis,aku cuma ada keinginan.
Ucapan saya
Selamat datang d'blog saya,yang serba sederhana.
blog ini terbina untuk meluahkan perasaan dan mengisi waktu yang kosong. kepada penulis blog yang telah menyalin atau mencetak karya yang ada dalam blog ini,tanpa seizin saya,di harap me-delete daripada blok anda.
Terima kasih,,atas kerja samanya n perhatianya,,saya sangat menghargainya..
blog ini terbina untuk meluahkan perasaan dan mengisi waktu yang kosong. kepada penulis blog yang telah menyalin atau mencetak karya yang ada dalam blog ini,tanpa seizin saya,di harap me-delete daripada blok anda.
Terima kasih,,atas kerja samanya n perhatianya,,saya sangat menghargainya..
Kamis, 30 Desember 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar