Apa yg dibayangkan kedua orang tua Rita sungguh berbeza dengan kenyataan. Sesampainya di rumah, Djohan bersikap dingin terhadap Rita. Lelaki itu duduk sambil menghabiskan beberapa botol bir. Membiarkan Rita berbaring di dalam kamar seorang diri menanti kehangatan yg akan diberikan suaminya di malam pengantin.
Perasaan Djohan dibalut kepedihan. Bayangan Wajah Marina yg menangis sedih tak mau lepas dari benaknya. Ingin dia lari dari kenyataan itu. Ingin segera memeluk istrinya yg malang. Tapi Djohan bagai tersekap dalam kurungan besi yg kokoh. Maka Djohan terus meneguk Minuman keras itu guna menghilangkan serangan perasaan pedih.
Akhirnya Djohan terkulai lemas di kursi. Alam pikirannya terbang entah ke mana. Bumi yg dipijaknya seperti berputar. Dan sebuah bisikan lembut terdengar di telinganya. Bisikan Rita mengajak Djohan untuk segera beranjak tidur. Djohan hanya menggelengkan kepala lesu. Rita duduk di sisi Djohan dan membelai keningnya. Djohan memandang Rita tak bergairah. Matanya kuyu dan pandangannya kabur.
Rita segera melingkarkan lengan Djohan di pundaknya. Diangkatnya tubuh Djohan yg lemas lunglai ke bilik. Tubuh itu dibaringkan ke atas tempat tidur. Satu persatu kancing kemeja Djohan dibukanya. Tetap saja Djohan tak bereaksi. Sejak dulu Djohan senantiasa bersikap dingin pada Rita. Malam malam sebelumnya meski Djohan sudah tidur bersama Rita, tak pernah Djohan berbuat mesra. Menyentuh tubuh wanita itu hanya kerna terpaksa.
*****
Matahari semakin tinggi di permukaan bumi mengusir embun yg menempel pada dedaunan. Sinarnya yg hangat menerobos masuk melalui celah celah ventilasi jendela kamar yg dihuni sepasang pengantin baru.
Perlahan lahan Djohan mulai menggeliat dan membuka matanya. Tapi serangan rasa pening di kepalanya berdenyut denyut. Segera di tekan kedua pelipisnya sambil menoleh ke samping. Djohan tersentak manakala melihat yg tidur di sisinya bukanlah Marina. Djohan bergegas melompat turun dari tempat tidur. Lalu diperhatikan dirinya yg polos tanpa pakaian. Cepat diraihnya selimut guna menutupi tubuhnya yg polos. Rita ikut terbangun akibat sentakan Djohan meraih selimut itu.
"Abang sudah bangun?"
"Tak kusangka perangkapmu mengenai sasaran! Tak sia sia kau memperjuangkan nasibku menjadi orang terpandang dan terhormat. Kerna kau akan menjeratku demi kepentingan dirimu. Kau risau menghadapi usiamu sebagai seorang gadis yg tak lagi dara. Kau hancurkan kebahagiaan rumah tanggaku demi kepuasanmu! Kau egois!" kata Djohan dengan geram.
"Keberhasilanmu sekarang harus kau tebus dengan jalan ini. Kekayaan dan kedudukanmu telah banyak memberikan surga dunia. Semua itu kerna aku. Barang siapa menanam pohon pasti akan mengharapkan buahnya. Aku yg menjadikan kau seperti sekarang ini, maka aku tak ingin sia sia memilikimu."
"Ciiiih ! Djohan meludah jijik di hadapan Rita.
"Kau tak lebih di mataku sebagai barang sisa tanpa cinta," tutur Djohan marah.
"Semua ini kulakukan kerna membalas sakit hati. Aku selalu dipermainkan laki laki. Hampir setiap laki laki yg kukenal hanya melampiaskan nafsu dan setelah puas aku ditinggalkannya. Tapi untuk terakhir kali ini, aku harus berhasil memilikimu. Aku tak ingin melewati hari tuaku penuh kesepian. Dapat memiliki seorang suami yg kucintai. Dan kau adalah pilihanku yg tepat," kata Rita.
"Licik, kau!"
"Tiada jalan lain. Sekarang kau telah sah menjadi suamiku," Rita tersenyum penuh kemenangan.
"Tertawalah sepuas puasmu!" teriak Djohan.
"Tak ada gunanya tertawa. Sangat bahagia aku dapat bisa memilikimu."
Djohan mendekati Rita dan siap menampar mulutnya. Tapi telapak tangan Djohan berangsur angsur turun dan tak jadi mendaratkan penamparnya. Segera diraihnya pakaian yg berserakan di atas tempat tidur. Dengan menyimpan gejolak amarah dikenakan pakaian itu. Djohan siap hendak pergi.
"Mau ke mana, bang?" tanya Rita.
"Jangan hiraukan aku lagi dan jangan panggil aku abang!" bentak Djohan.
"Aku berhak atas dirimu. Aku istrimu."
"Aku tak mendambakan perkawinan ini. Kita menikah hanya tertera di atas kertas. Tapi tak terukir di hatiku. Sepercik cinta tak ada di dalam dadaku. Kita sah menjadi suami istri hanya kerna terdesak keadaan. Maka biarkan aku bertindak sesuka hatiku. Aku tak ingin menjadi budak nafsumu!"
"Kau akan kembali pada Marina?"
"Itu urusanku!"
"Ingat! Keadaanmu berada di atas duri. Kalau kau bertindak menuruti kemauan hatimu, kau bisa tergelincir dan tertusuk duri."
"Kau mengancamku?!"
"Kerna aku sangat mencintaimu."
"Egois! Kejaaaam!" teriak Djohan memilukan.
Dia berlari mendekat tembok dan memukulnya berulangkali sambil meraung raung dalam tangis. Inikah hukum karma atas perbuatan yg dulu sering dilakukan? Djohan meninggalkan gadis gadis yg dulu mencintainya dan layu kerna terhisap madunya? Dan sekarang dia harus menebusnya? Djohan menjadi sadar. Penyesalan tak ada lagi gunanya. Kepahitan itu terpaksa direguknya dengan hati tabah.
*****
Aku bukan permata penghias mahkota,aku hanya serpihan kaca yang terbuang,aku bukan pujangga yang kau puja,aku hanya penulis murahan,yang terbiar di tepi jalan,karyaku hanya inspirasi picisan,jangankan hendak menulis 10 judul dalam 1 jam,satU bAitpun aku haBiskan berbulan bulan,aku tidak memiliki kepandaian menulis,aku cuma ada keinginan.
Ucapan saya
Selamat datang d'blog saya,yang serba sederhana.
blog ini terbina untuk meluahkan perasaan dan mengisi waktu yang kosong. kepada penulis blog yang telah menyalin atau mencetak karya yang ada dalam blog ini,tanpa seizin saya,di harap me-delete daripada blok anda.
Terima kasih,,atas kerja samanya n perhatianya,,saya sangat menghargainya..
blog ini terbina untuk meluahkan perasaan dan mengisi waktu yang kosong. kepada penulis blog yang telah menyalin atau mencetak karya yang ada dalam blog ini,tanpa seizin saya,di harap me-delete daripada blok anda.
Terima kasih,,atas kerja samanya n perhatianya,,saya sangat menghargainya..
Minggu, 02 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar